Profil Saya

Foto Saya
Agus Sunantyo
Staff Pengajar di SMA Negeri 1 Tanjung Selor Masa kerja : 26 Juli 1989 - sekarang, Mengajar : Sejarah dan Geografi, Pembina Ekskul : KIR,Basket,Karate
Lihat profil lengkapku

Materi Sejarah

1. Kelas XII
2. Kelas XI
3. Kelas X

Materi Geografi

1. Kelas XI IPS
2. Petrologi batuan beku
Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Followers

Sabtu, 14 Maret 2015
PicturePernyataan Seruduk Mbok Di Laut Menunjang Wisata Budaya Wakatobi sesungguhnya adalah suatu akronim dari eksistensi adat Serumpun, Duwata, Kanal Kampung dan Mbok Ma di lao yang menjadi ciri khas dari suku Bajo.

Beberapa waktu lalu, melalui sebuah penelitian awal bersama instruktur kami dari LIPI dalam event Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional XIII, kami mendapati bahwa Wakatobi memiliki potensi wisata budaya yang melekat, khususnya di Kampung Bajo (Bajo Village), Mola Selatan.

Adapun hasil dari penelitian kami berikutnya kami rangkum ke dalam sebuah tulisan, seperti berikut:

ADAT SUKU BAJO MOLA SELATAN: Mbo Ma Di Lao , Serumpun, Duwata, dan Kanal Kampung  Menunjang Wisata Budaya Wakatobi

A. Latar Belakang
  • Wakatobi sebagai cagar biosfer memiliki keunggulan dalam sektor pariwisata berbasis lingkungan bertumpu pada sumber daya kelautan. Keterkaitan kelautan yang berkembang di Wakatobi tidak terlepas dari suatu budaya yang berkembang dan memiliki peran tersendiri dalam wisata budaya kelautan.
  • —Budaya dan pariwisata berkaitan erat karena budaya mempengaruhi prospek dari kegiatan pariwisata bukan hanya tempat pariwisata kelautan saja yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung,  tetapi juga sebagai akibat dari pengaruh keberadaan budaya setempat yang menarik wisatawan untuk berkunjung.
  • —Aktivitas keberlangsungan potensi kelautan Wakatobi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya keberadaan Suku Bajo.  Secara history, Suku Bajo dikenal dengan suku pengembara dan dikenal juga sebagai suku yang bergantung kehidupannya dengan memaksimalkan hasil laut. Hal tersebut berbeda dengan yang ditemui di Mola Selatan, Suku Bajo telah bermukim di pesisir.
  • Sebagai wisata budaya, Suku Bajo memiliki adat yang turut menunjang kelautan Wakatobi, diantaranya: Mbok Ma di Lao, Serumpun,  Duwata, Kanal Kampung


B. Rumusan Masalah
—Dalam kehidupan Suku Bajo terdapat adat budaya mbo ma di lao, serumpun, duwata, dan kanal kampung merupakan tradisi yang menunjang wisata budaya Wakatobi.
  1. Bagaimanakah gambaran adat budaya Suku Bajo di Mola Selatan?
  2. Bagaimanakah adat Mbo Ma di lao, serumpun, duwata dan kanal kampung turut menunjang wisata budaya Wakatobi?


C. Tujuan dan Manfaat
—Untuk memperoleh gambaran adat budaya Suku Bajo dalam turut menunjang wisata budaya Wakatobi
—Penelitian bermanfaat
  • Peneliti: Mengetahui gambaran adat budaya Suku Bajo
  • Suku Bajo: Memberikan informasi untuk mengembangkan potensi wisata budaya
  • Pemerintah: Sebagai bahan pertimbangan awal dalam mengambil kebijakan


Picture
D. Kerangka Konsep

  • Adat Suku Bajo adalah suatu keyakinan yang masih diritualkan oleh Suku Bajo
  • Wisata budaya adalah jenis wisata yang bertumpu pada budaya
  • Mbo ma di lao adalah roh leluhur yang menguasai lautan
  • Serumpun adalah kekerabatan dalam Suku Bajo yang sudah menginternalisasi/mendarah daging disetiap diri Suku Bajo.
  • Duwata adalah tarian ritual pengobatan yang dilakukan di laut
  • Kanal kampung adalah terusan yang dibuat sebagai jalur transportasi dan mengelilingi rumah

E. Metodologi Penelitian
  • —Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif
  • Teknik pengumpulan data
  1. ØKepustakaan
  2. ØObservasi
  3. ØWawancara dengan pedoman wawancara tidak terstruktur
  • Identitas Narasumber, meliputi tokoh adat, tokoh masyarakat, kepala desa, Karang Taruna, Mantan kepala Desa, dan masyarakat setempat.


F. Analisis dan Hasil
GAMBARAN ADAT SUKU BAJO DI MOLA SELATAN
  • Suku Bajo merupakan suku yang tinggal di wilayah laut dengan cara menancapkan kayu bakau sebagai tiang untuk membangun rumah panggung. Dengan adanya perkembangan jaman, mendorong Suku Bajo untuk membuat rumah tidak hanya dari kayu.
  • Suku Bajo yang  bermukim di Mola Selatan yang berasal dari desa Mantigola  sejak peristiwa DI/TII
  • Suku Bajo merupakan suku pengembara yang terdiri:
  1. Sakai: kelompok yang mencari kehidupan layak dengan seluruh keluarga
  2. Pongka: cara bertahan hidup dengan menjadi nelayan dengan pergi melaut berhari-hari
  3. Palilibu: cara nelayan pada umumnya (nelayan harian)
  • Paradigma yang tersusun di Suku Bajo sebagai kekuatan laut dengan istilah lao ta (di laut kita) cenderung menganggap darat sebagai penyakit
  • Mereka bermukim di Mola Selatan sebagai akibat dari sakai
  • Di Mola Selatan memiliki tiga leluhur utama, Mbo Sualami, Mbo Sadung, Mbo Bakar

PERUBAHAN PERILAKU SAAT SUKU BAJO MENETAP DI PESISIR
  • Suku Bajo identik dengan kekuatan bertahan hidup di laut, ketika Sakai di Mola.
  • Pemerintah mendorong Suku Bajo untuk bermukim di pesisir dengan menawarkan akses pendidikan dan kesejahteraan yang lebih layak
  • Secara tidak langsung pemerintah mereduksi budaya Suku Bajo, misalnya sakai dan duwata yang mengalami perbedaan makna.
  • Saat ini, mereka tidak dapat melakukan sakai dan menetap di Mola. Duwata dijadikan sebagai tarian selamat datang.

ADAT Mbo Ma di Lao  SUKU BAJO
  • Suku Bajo memiliki keyakinan mengenai keberadaan roh leluhur yang berada di laut, yang disebut mbo ma di lao (nenek di laut)
  • Suku Bajo percaya mbo ma di lao dapat diyakini membawa berkah.
  • Kepercayaan terhadap mbo ma di lao tidak terlepas dari kepercayaan terhadap leluhur di laut lainnya, seperti Mbo Janggo dan Mbo Tambiran
  • Serumpun, duwata dan kanal kampung pada dasarnya bertujuan untuk menghormati mbo ma di lao.

ADAT SERUMPUN
  • Saat ini,  Suku Bajo membangun pemukiman dengan prinsip kekerabatan yang dekat. Hal tersebut teridentifikasi dari pembangunan rumah yang berdekatan.  Sebagai contoh, 1 keluarga memiliki anak yang sudah menikah dan menghasilkan keturunan  akan tinggal di dalam satu rumah hingga generasi berikutnya. Ditemui suku bajo tinggal di 1 rumah yang sedikitnya terdiri atas 4 KK (setidaknya 16 orang).
  • Bilamana dalam 1 rumah tidak bisa menampung, maka kepala keluarga akan membangun tempat tinggal yang tidak jauh dari keluarga induk.
  • Serumpun yang ada di Suku Bajo dapat dibagi beberapa bagian:
  1. Lolo: yaitu golongan atau tingkatan dalam Suku Bajo yang dikenal dengan Datok
  2. Ponggawa: yaitu golongan atau tingkatan dalam Suku Bajo yang dikenal dengan kepala desa, RT,RW, dan Kepala Suku Adat
  3. Atata: yaitu golongan atau tingkatan dalam Suku Bajo yang dikenal pesuruh atau babu, pesuruh atau babu yang dimaksud disini adalah seorang anak yang dijual atau yang dibeli
  • Beberapa kasus saat ini menunjukkan bahwa adanya keinginan dari Suku Bajo keluar dari Kampung Bajo dan cenderung bermukim di darat.

ADAT DUWATA
  • Adat duwata saat ini masih dilakukan sebagai ritual pengobatan oleh sebagian Suku Bajo, yang memiliki kemampuan secara finansial.
  • Melakukan ritual duwata membutuhkan biaya yang cukup banyak, menurut tokoh adat sedikitnya dibutuhkan uang sebesar sepuluh juta rupiah untuk menyiapkan sesembahan yang disebut Sri Pinang (sesaji) dan memakai Ula-Ula (bendera punggawa Suku Bajo).
  • Ketika, Suku tidak mampu menyelenggarakan duwata dapat mengganti dengan ritual sesembahan sederhana hanya berupa hanga (daun sirih) dan konau (minuman).
  • Ritual diyakini dapat memanggil roh halus yang dimiliki oleh nenek moyang mereka untuk dimasukkan kepada diri atau individu yang sedang diobati.

ADAT KANAL KAMPUNG
  • Pada dasarnya hidup Suku Bajo adalah di laut. Karena terdorong proses Sakai, Suku Bajo membangun pemukiman di pesisir dengan pola kanal kampung yang bertujuan menghubungkan laut dengan rumah sebagai aktivitas kehidupan sehari-hari.
  • Teridentifikasi terdapat kanal yang digunakan Suku Bajo di Mola Selatan:
  1. Kanal utama sebagai penghubung langsung pemukiman dengan laut.
  2. Kanal pemukiman yang berfungsi sebagai penghubung kanal utama dan pemukiman dan antar rumah
  • Ciri dari kanal yang dimiliki Suku Bajo Mola Selatan adalah setiap 2 rumah dipisahkan oleh 1 kanal.
  • Kanal berfungsi sebagai jalur transportasi.
KORELASI SUKU BAJO DI MOLA SELATAN DAN WISATA BUDAYA--
  • Bagi Suku Bajo menjalankan adat serumpun, duwata, dan kanal kampung mereka lakukan sebagai persembahan untuk mbo ma di lao
  • Adat tersebut merupakan suatu rutinitas, namun oleh pelaku wisata diidentifikasi sebagai kekayaan budaya dari Suku Bajo.
  • Sehingga, ada upaya untuk menjaga keberlangsungan budaya tersebut sekalipun harus mereduksi makna dari adat tersebut

KESIMPULAN
  • Adat istiadat yang dimiliki oleh suku Bajo seperti adat mbo ma di lao, serumpun, duwata, kanal kampung dapat menunjang budaya wisata Wakatobi.
  • Kekayaan budaya Suku Bajo yang dimiliki merupakan potensi untuk menjadi daya tarik pariwisata dan mempengaruhi kesejahteraan.
  • Posisi Suku Bajo sebagai objek wisata budaya dapat berpotensi dikembangkan menjadi pelaku wisata

SARAN
  • Budaya adalah aset penting yang bisa ditawarkan bagi Suku Bajo dan dapat dijadikan daya tarik tersendiri sebagai wisata budaya
  • Sehingga, dibutuhkan dukungan pemerintah daerah setempat untuk menjadikan Suku Bajo sebagai pelaku wisata budaya.
  • Menjadikan Suku Bajo sebagai pelaku akan menimbulkan keuntungan yaitu: meningkatkan perekonomian, lapangan kerja dan pelestarian budaya.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi. 2014. Kecamatan Wangi-Wangi Selatan dalam Angka.  Wakatobi: BPS Kab. Wakatobi. 
  2. Baskara, Benny dan Oce Astuti. 2011. The “Pamali” of Wakatobi Bajo and Role For Marine Conservation. Jakarta: Journal of Indonesia Coral Reefs.
  3. Humas Universitas Indonesia. 2013. Eksekusi Wakatobi: Mempelajari Kearifan Bahari Nusantara. Depok: Universitas Indonesia. 
  4. Minggu,  Abdul Chalik. 2008. Suku Bajo. Banggai: Kerajaan Banggai.
  5. The Culture And Tourism Board of South East Sulawesi. 2012. Objek Wisata Unggulan. Kendari: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Tenggara.
  6. Udu, Sudiman. 2012. Pengembangan Pariwisata dan Hilangnya Tanah-Tanah SARA di Wakatobi: Kajian atasa Pertanyaan Masyarakat Adat. Kendari: FKIP Universitas Haluoleo.
  7. Wakatobi Cultural dan Tourism Authority.  2013. Wakatobi Travel Guide.  Wangi-Wangi:  Dinas Kepariwisataan Wakatobi. 

ini adalah hasil karya kami bersama.

Laode Balimu, S.Pd berasal dari SMPN 1 Kaledupa; Sabarudin, M.Pd berasal dari SMAN 1 Gantung; Agus Sunantyo berasal SMAN 1 Tanjung Palas Utara; Hamsari berasal dari SMAN 2 Wangi-Wangi; Bayu Satriyawan berasal dari SMAN 83 Jakarta; Yuni Agus Prasetyo berasal dari SMAN 1 Tanjung Selor; Rony Setyawati berasal dari SMAN 1 Batanghari; Deka Heltien berasal dari SMAN 6 Batanghari

0 komentar:

Posting Komentar